FLASHBACK OF KPA MARGAPALA
Dikutip dari sambutan mantan ketua KPA Margapala, Rozi Ranawan.
Rapat Besar KPA Margapala
Serah Terima Jabatan, Rozi Ranawan kepada Yoshua Angga Putra
Rapat Besar KPA Margapala
Serah Terima Jabatan, Rozi Ranawan kepada Yoshua Angga Putra
Kelompok Pecinta Alam (KPA) Margapala merupakan organisasi massa yang mewadahi pemikiran untuk menjaga keselarasan alam dan lingkungan hidup agar layak ditempati dan ditinggali oleh pelaku ekosistem dengan memberikan timbal balik yang saling menguntungkan.
Dari pemikiran itu maka digagas lah untuk menghimpun orang perorang yang memiliki maksud pemikiran yang sama dalam satu perhimpunan yang diharapkan dapat mewujudkan pemikiran itu secara luas dan terarah kearah yang lebih baik.
KPA Margapala yang saat itu tumbuh dari kesadaran akan pentingnya kelestarian hutan Bengkulu tak terlepas dari pengaruh media sosial, bermula dari video youtube dan diperjelas lagi dengan data-data yang ditunjukkan google. Menurut hemat para pendiri saat itu, hutan di sebelah utara desa Kuro Tidur yang masih asri sangatlah penting untuk dijaga kelestariannya.
KPA Margapala didirikan pada tanggal 15 September 2013 oleh 3 orang pendiri, kemudian pada tanggal 28 oktober 2015 KPA Margapala mendeklarasikan diri di Wisata Alam Curug Sembilan, desa Tanah Hitam Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara atas nama 7 orang pendiri.
Setelah dideklarasikan, para pendiri kemudian mengadakan sosialisasi dan penghimpunan anggota yang memiliki pemikiran yang sama dengan motto "Menuju Alam Lestari".
Penghimpunan ini masih bersifat lokal, terbatas bagi pemuda dusun IV Dam Air Lais Desa Kuro Tidur yang menurut para pendiri saat itu warga dusun IV Desa Kuro Tidur bersinggungan langsung dengan kawasan Taman Nasional Boven Lais yang berstatus Hutan Lindung.
Melihat keadaan itulah salah satu misi utama yang direncanakan Pendiri KPA Margapala adalah mensosialisasikan pentingnya hutan kepada petani penggarap.
Di dalam sosialisasi itu diharapkan penggarap hutan bersedia menanam pohon yang dapat mereka nikmati hasilnya seperti Durian dan pohon lainnya yang juga dapat memberikan dampak positif bagi fungsi kelestarian hutan.
Sosialisasi fungsi hutan itu dilakukan secara terselubung, yaitu secara kekeluargaan dengan mengunjungi petani penggarap, dari obrolan ringan tersebut KPA Margapala berusaha menanamkan pengertian akan pentingnya penyebaran pohon untuk keberlangsungan siklus air dan udara.
Materi sosialisasi sederhana yang KPA Margapala sampaikan adalah penyebaran pohon minimal yang harus ada di kebun mereka minimal 16 pohon per hektar.
Perjalanan KPA Margapala saat itu akhirnya mempertemukan Margapala kepada isu kearifan lokal Kabupaten Bengkulu Utara yang masih belum ter-eksplorasi, tersembunyi bak mutiara di dasar lautan, terpendam, menunggu saat-saat untuk dikenal dan dipedulikan.
Sosialisasi Pohon Minimal (SPM) yang diharapkan dapat diikuti petani penggarap ternyata belum maksimal seperti harapan, namun cukup membahagiakan karena mendapat respon positif. Mereka bersedia menanam apabila disediakan bibit.
Kemudian dari latar belakang tempat yang kurang dapat mengakses informasi kebijakan pemerintah, ditambah lagi dengan SDM yang kurang memadai, sehingga Margapala saat itu bagaikan anak ayam yang tak kenal induknya.
Sempat terpikir membuat proposal meminta bibit kepada dinas/instansi, namun tidak dilaksanakan karena KPA Margapala merasa ada organisasi yang lebih pantas melakukannya, sedangkan KPA Margapala saat itu harus kita akui tidaklah dikenal, belum.
Sedangkan untuk membeli bibit, KPA Margapala hanyalah himpunan orang-orang yang menyadari pentingnya keselarasan hutan, dan baru tumbuh.
Margapala kemudian sadar, untuk mensosialisasikan sesuatu yang sebenarnya juga akan sangat dibutuhkan oleh anak-cucu petani penggarap itu sendiri, Margapala harus memiliki bibit siap tanam. Ini kita maklumi, karena saat itu, KPA Margapala juga baru saja menyadari.
Margapala kemudian berpikir keras untuk memiliki pendanaan yang memadai, diluar dari sumbangan anggota yang hanya cukup sebatas untuk bekal makan siang.
“Dimana ada kemauan, disana ada jalan” pepatah itu mengilhami Margapala.
Kearifan lokal yang belum tereksplor itu akan menjadi modal. Kemudian disusun lah agenda kegiatan untuk memanfaatkannya sebagai tujuan wisata sehingga Margapala berkesempatan untuk mengenalkan diri kepada pemerintah dan mengenalkan potensi wisata yang ada kepada khalayak melalui media sosial yang kita miliki.
Dua modal besar itu akan membantu membiayai seluruh misi yang akan Margapala laksanakan.
Nanti, setelah memiliki modal yang memadai, Margapala akan menanam pohonnya. Pertama, Margapala berencana mengakuisisi lahan-lahan yang akan dilepas oleh penggarap dengan harga murah, kemudian akan ditanami pohon-pohon keras yang menghasilkan buah.
Dari sana nanti diharapkan terjaga siklus air dan udara, menjadi tempat tinggal bagi burung-burung dan penduduk hutan lainnya. Kecuali Babi, dia tidak boleh tinggal menetap disana.
Kemudian, ‘pohon’ Margapala akan memberi kesejukan kepada seluruh masyarakat yang turut menjadi pelopor kelestarian lingkungan.
Kapan itu terjadi..?, “Suatu Hari Nanti sahabat alam lestariku…”
Pada tanggal 25 Oktober 2015, KPA Margapala melaporkan keberadaan Curug Tik Akia dan Rafflesia Gantung kepada Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (DISPORAPAR) Kabupaten Bengkulu Utara. Kemudian Disporapar mengarahkan Margapala untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) agar memiliki kejelasan payung hukum untuk mengusahakan kepariwisataan.
Margapala kemudian mengadakan pertemuan bersama kepemudaan Tunas Harapan dusun IV Kuro Tidur yang juga dihadiri oleh Kepala Dusun dan tokoh masyarakat yang ada di dusun IV Kuro Tidur, turut hadir saat itu ketua Organisasi Kepemudaan Karang Taruna Beringin Jayo Desa Kuro Tidur.
Dari pertemuan itu disepakatilah nama POKDARWIS Wana Bhakti dusun IV desa Kuro Tidur sebagai nama dengan susunan kepengurusan yang tertuang dalam berita acara pembentukan kelompok sadar wisata dusun IV DAM Air Lais desa Kuro Tidur.
Sebagaimana arahan dari DISPORAPAR saat itu, maka POKDARWIS Wana Bhakti adalah usaha KPA Margapala dengan persetujuan Kepala Desa Kuro Tidur yang suatu hari nanti bisa menjadi Badan Usaha Milik Desa Kuro Tidur.
Awal pergerakan POKDARWIS Wana Bhakti membuka dua jalur wisata alam yaitu Curug Tik Baes dan Cagar Rafflesia Margapala - Rafflesia Gantung, pada hari-hari libur. Perjuanganpun membuahkan hasil, sejak januari hingga maret 2016 tercatat lebih dari 2500 orang wisatawan yang datang berkunjung ke dua lokasi wisata kita.
Tentu saja prestasi itu tidak lepas dari dukungan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara melalui Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata yang memperkenalkan kita kepada Media Online kupasbengkulu.com.
Kemudian teman kita sesama pecinta alam, KPA Rafapala memperkenalkan kita kepada gerbangbengkulu.com, yang membuat berita keberadaan destinasi wisata kita semakin dikenal secara luas.
Keberhasilan kita saat itu tak lepas dari peran serta senior Pecinta Alam Arga Makmur, Bang Firman, selain memberi support yang sangat membangun juga memboyong Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Utara, sehingga kita bisa mengetahui jenis, habitat dan berbagai pengetahuan mengenai puspa langka yang seharusnya kita ketahui.
Selain menularkan ilmunya mengenai keberagaman puspa langka, KPPL Bengkulu Utara juga mengenalkan potensi yang Margapala eksplor melalui media massa. Mereka memboyong RBTV, dan sederet media online yang memberitakan potensi baru Kabupaten Bengkulu Utara yang ada di Desa Kuro Tidur.
Namun begitu, akhirnya Margapala harus menerima kenyataan bahwa wisata yang sedang diusahakan itu ditutup oleh Pemerintah Desa Kuro Tidur dalam rapat yang diadakan pada bulan Juli 2016 bertempat di balai dusun IV Desa Kuro Tidur.
Hal yang paling memilukan bagi KPA Margapala adalah ketika rumah ketua KPA Margapala, yang menjadi sekretariat sementara di kompleks perumahan dinas BPBAT terbakar pada tanggal 02 Januari 2017. 90 % administrasi kelengkapan dan atribut Margapala ikut lenyap seketika.
Pada musibah itu, kita juga kehilangan data dan kelengkapan yang diusahakan selama bertahun-tahun.
Sejak wisata kita ditutup, KPA Margapala kembali seperti sebelumnya, mengurus kehidupan masing-masing, sesekali mengadakan pertemuan dan melakukan kunjungan. Margapala masih ada, hanya mungkin sama dengan organisasi pecinta alam lainnya yang hanya menjadi organisasi yang bergerak dengan kesamaan hobi.
Akhir Agustus 2017 mengunjungi puncak Kaba, Kabupaten Rejang Lebong, dan pada awal tahun 2018 menjajal puncak Kerinci.
Melihat keadaan Margapala yang dinilai Vakum oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, melalui Camat Kota Arga Makmur, Ibu Sri Dasa Utama, beliau menemui KPA Margapala untuk memastikan kesiapan Margapala untuk kembali eksis mengelola potensi wisata yang pernah membumbungkan nama kabupaten Bengkulu Utara.
Sudah selayaknya Kabupaten Bengkulu Utara berterima kasih kepada Komunitas Penulis Bengkulu Utara (KOPRA) yang telah mengangkat kearifan lokal yang ada di kabupaten ini.
Terlebih kita, KPA Margapala. Dalam buku antologi Puisi Kabupaten Bengkulu Utara yang bertajuk “Bianglala di Langit Utara” yang diterbitkan pertama oleh Soega Publishing tahun 2017 itu lah Ibu Sri Dasa Utama mengenal KPA Margapala dan kearifan lokal yang telah Margapala eksplorasi.
Enam buah puisi menceritakan wisata yang Margapala perkenalkan, bahkan salah seorang penulis, C.N Indah Kartika Dewi (Cahaya Bulan) menulis catatan kaki di bawah puisinya yang bertajuk ‘Tirai Embun Bengkulu Utara’-Didedikasikan untuk perjuangan KPA Margapala.
Salam hormat buat kak Indah Kartika Dewi dari kami semua di Margapala.
Dari buku Antologi puisi itu ibu camat menemukan KPA Margapala, sehingga beliau berkunjung khusus untuk melihat langsung keberadaan dan kebenaran cerita dan legenda Tik Baes.
Ia bahkan tidak datang sendiri, dua orang KASI kecamatan diajaknya, RBTV, Harian Radar Utara, suararakyat.com, dan bengkulu.sahabatrakyat.com ikut bersamanya, Pemerintah desa Kuro Tidur dan ibu-ibu PKK turut mendampingi beliau.
Pengurus Organisasi Kepemudaan Karang Taruna Beringin Jayo juga tak ketinggalan, bahkan teman-teman Karang Taruna desa Sido Luhur juga turut serta meramaikan. Mereka semua berharap Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan kembali eksis dan kembali menjadi wisata kemasyarakatan yang mendongkrak perekonomian rakyat.
Disaat yang bersamaan, kita juga sedang mendampingi beberapa Mahasiswa UNIB mengadakan penelitian terhadap Rafflesia Tik Baes dan Rafflesia Bintang. Sayang, saat bu Camat berkunjung tidak ada satupun Raflesia yang mekar.
Namun saat ini KPA Margapala memang tidak bisa berbuat banyak untuk kembali eksis sebagai pelopor pariwisata kemasyarakatan seperti yang pernah kita lakukan. Seperti sebuah kata bijak "Mutiara akan kehilangan binar bila telah tiba masanya, namun beberapa gosokkan dapat membinarkan kilaunya kembali"
Semoga dengan kepemimpinan dan kepengurusan KPA Margapala yang baru di tangan saudara Yoshua Angga Putra KPA Margapala mendapat binarnya kembali.
Salam Margapala,
Menuju Alam Lestari..!!
Suasana Rapat KPA Margapala |
KPA Margapala yang saat itu tumbuh dari kesadaran akan pentingnya kelestarian hutan Bengkulu tak terlepas dari pengaruh media sosial, bermula dari video youtube dan diperjelas lagi dengan data-data yang ditunjukkan google. Menurut hemat para pendiri saat itu, hutan di sebelah utara desa Kuro Tidur yang masih asri sangatlah penting untuk dijaga kelestariannya.
KPA Margapala didirikan pada tanggal 15 September 2013 oleh 3 orang pendiri, kemudian pada tanggal 28 oktober 2015 KPA Margapala mendeklarasikan diri di Wisata Alam Curug Sembilan, desa Tanah Hitam Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara atas nama 7 orang pendiri.
Setelah dideklarasikan, para pendiri kemudian mengadakan sosialisasi dan penghimpunan anggota yang memiliki pemikiran yang sama dengan motto "Menuju Alam Lestari".
Penghimpunan ini masih bersifat lokal, terbatas bagi pemuda dusun IV Dam Air Lais Desa Kuro Tidur yang menurut para pendiri saat itu warga dusun IV Desa Kuro Tidur bersinggungan langsung dengan kawasan Taman Nasional Boven Lais yang berstatus Hutan Lindung.
Melihat keadaan itulah salah satu misi utama yang direncanakan Pendiri KPA Margapala adalah mensosialisasikan pentingnya hutan kepada petani penggarap.
Di dalam sosialisasi itu diharapkan penggarap hutan bersedia menanam pohon yang dapat mereka nikmati hasilnya seperti Durian dan pohon lainnya yang juga dapat memberikan dampak positif bagi fungsi kelestarian hutan.
Sosialisasi fungsi hutan itu dilakukan secara terselubung, yaitu secara kekeluargaan dengan mengunjungi petani penggarap, dari obrolan ringan tersebut KPA Margapala berusaha menanamkan pengertian akan pentingnya penyebaran pohon untuk keberlangsungan siklus air dan udara.
Materi sosialisasi sederhana yang KPA Margapala sampaikan adalah penyebaran pohon minimal yang harus ada di kebun mereka minimal 16 pohon per hektar.
Perjalanan KPA Margapala saat itu akhirnya mempertemukan Margapala kepada isu kearifan lokal Kabupaten Bengkulu Utara yang masih belum ter-eksplorasi, tersembunyi bak mutiara di dasar lautan, terpendam, menunggu saat-saat untuk dikenal dan dipedulikan.
Sosialisasi Pohon Minimal (SPM) yang diharapkan dapat diikuti petani penggarap ternyata belum maksimal seperti harapan, namun cukup membahagiakan karena mendapat respon positif. Mereka bersedia menanam apabila disediakan bibit.
Kemudian dari latar belakang tempat yang kurang dapat mengakses informasi kebijakan pemerintah, ditambah lagi dengan SDM yang kurang memadai, sehingga Margapala saat itu bagaikan anak ayam yang tak kenal induknya.
Sempat terpikir membuat proposal meminta bibit kepada dinas/instansi, namun tidak dilaksanakan karena KPA Margapala merasa ada organisasi yang lebih pantas melakukannya, sedangkan KPA Margapala saat itu harus kita akui tidaklah dikenal, belum.
Sedangkan untuk membeli bibit, KPA Margapala hanyalah himpunan orang-orang yang menyadari pentingnya keselarasan hutan, dan baru tumbuh.
Margapala kemudian sadar, untuk mensosialisasikan sesuatu yang sebenarnya juga akan sangat dibutuhkan oleh anak-cucu petani penggarap itu sendiri, Margapala harus memiliki bibit siap tanam. Ini kita maklumi, karena saat itu, KPA Margapala juga baru saja menyadari.
Margapala kemudian berpikir keras untuk memiliki pendanaan yang memadai, diluar dari sumbangan anggota yang hanya cukup sebatas untuk bekal makan siang.
Taburan Harapan Tuhan
“Dimana ada kemauan, disana ada jalan” pepatah itu mengilhami Margapala.
Kearifan lokal yang belum tereksplor itu akan menjadi modal. Kemudian disusun lah agenda kegiatan untuk memanfaatkannya sebagai tujuan wisata sehingga Margapala berkesempatan untuk mengenalkan diri kepada pemerintah dan mengenalkan potensi wisata yang ada kepada khalayak melalui media sosial yang kita miliki.
Dua modal besar itu akan membantu membiayai seluruh misi yang akan Margapala laksanakan.
Nanti, setelah memiliki modal yang memadai, Margapala akan menanam pohonnya. Pertama, Margapala berencana mengakuisisi lahan-lahan yang akan dilepas oleh penggarap dengan harga murah, kemudian akan ditanami pohon-pohon keras yang menghasilkan buah.
Dari sana nanti diharapkan terjaga siklus air dan udara, menjadi tempat tinggal bagi burung-burung dan penduduk hutan lainnya. Kecuali Babi, dia tidak boleh tinggal menetap disana.
Kemudian, ‘pohon’ Margapala akan memberi kesejukan kepada seluruh masyarakat yang turut menjadi pelopor kelestarian lingkungan.
Kapan itu terjadi..?, “Suatu Hari Nanti sahabat alam lestariku…”
Usaha Ekonomi Produktif
Margapala kemudian mengadakan pertemuan bersama kepemudaan Tunas Harapan dusun IV Kuro Tidur yang juga dihadiri oleh Kepala Dusun dan tokoh masyarakat yang ada di dusun IV Kuro Tidur, turut hadir saat itu ketua Organisasi Kepemudaan Karang Taruna Beringin Jayo Desa Kuro Tidur.
Dari pertemuan itu disepakatilah nama POKDARWIS Wana Bhakti dusun IV desa Kuro Tidur sebagai nama dengan susunan kepengurusan yang tertuang dalam berita acara pembentukan kelompok sadar wisata dusun IV DAM Air Lais desa Kuro Tidur.
Sebagaimana arahan dari DISPORAPAR saat itu, maka POKDARWIS Wana Bhakti adalah usaha KPA Margapala dengan persetujuan Kepala Desa Kuro Tidur yang suatu hari nanti bisa menjadi Badan Usaha Milik Desa Kuro Tidur.
Awal pergerakan POKDARWIS Wana Bhakti membuka dua jalur wisata alam yaitu Curug Tik Baes dan Cagar Rafflesia Margapala - Rafflesia Gantung, pada hari-hari libur. Perjuanganpun membuahkan hasil, sejak januari hingga maret 2016 tercatat lebih dari 2500 orang wisatawan yang datang berkunjung ke dua lokasi wisata kita.
Tentu saja prestasi itu tidak lepas dari dukungan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara melalui Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata yang memperkenalkan kita kepada Media Online kupasbengkulu.com.
Kemudian teman kita sesama pecinta alam, KPA Rafapala memperkenalkan kita kepada gerbangbengkulu.com, yang membuat berita keberadaan destinasi wisata kita semakin dikenal secara luas.
Keberhasilan kita saat itu tak lepas dari peran serta senior Pecinta Alam Arga Makmur, Bang Firman, selain memberi support yang sangat membangun juga memboyong Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Utara, sehingga kita bisa mengetahui jenis, habitat dan berbagai pengetahuan mengenai puspa langka yang seharusnya kita ketahui.
Selain menularkan ilmunya mengenai keberagaman puspa langka, KPPL Bengkulu Utara juga mengenalkan potensi yang Margapala eksplor melalui media massa. Mereka memboyong RBTV, dan sederet media online yang memberitakan potensi baru Kabupaten Bengkulu Utara yang ada di Desa Kuro Tidur.
Namun begitu, akhirnya Margapala harus menerima kenyataan bahwa wisata yang sedang diusahakan itu ditutup oleh Pemerintah Desa Kuro Tidur dalam rapat yang diadakan pada bulan Juli 2016 bertempat di balai dusun IV Desa Kuro Tidur.
Hal yang paling memilukan bagi KPA Margapala adalah ketika rumah ketua KPA Margapala, yang menjadi sekretariat sementara di kompleks perumahan dinas BPBAT terbakar pada tanggal 02 Januari 2017. 90 % administrasi kelengkapan dan atribut Margapala ikut lenyap seketika.
Pada musibah itu, kita juga kehilangan data dan kelengkapan yang diusahakan selama bertahun-tahun.
Sejak wisata kita ditutup, KPA Margapala kembali seperti sebelumnya, mengurus kehidupan masing-masing, sesekali mengadakan pertemuan dan melakukan kunjungan. Margapala masih ada, hanya mungkin sama dengan organisasi pecinta alam lainnya yang hanya menjadi organisasi yang bergerak dengan kesamaan hobi.
Akhir Agustus 2017 mengunjungi puncak Kaba, Kabupaten Rejang Lebong, dan pada awal tahun 2018 menjajal puncak Kerinci.
Melihat keadaan Margapala yang dinilai Vakum oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, melalui Camat Kota Arga Makmur, Ibu Sri Dasa Utama, beliau menemui KPA Margapala untuk memastikan kesiapan Margapala untuk kembali eksis mengelola potensi wisata yang pernah membumbungkan nama kabupaten Bengkulu Utara.
Sudah selayaknya Kabupaten Bengkulu Utara berterima kasih kepada Komunitas Penulis Bengkulu Utara (KOPRA) yang telah mengangkat kearifan lokal yang ada di kabupaten ini.
Terlebih kita, KPA Margapala. Dalam buku antologi Puisi Kabupaten Bengkulu Utara yang bertajuk “Bianglala di Langit Utara” yang diterbitkan pertama oleh Soega Publishing tahun 2017 itu lah Ibu Sri Dasa Utama mengenal KPA Margapala dan kearifan lokal yang telah Margapala eksplorasi.
Enam buah puisi menceritakan wisata yang Margapala perkenalkan, bahkan salah seorang penulis, C.N Indah Kartika Dewi (Cahaya Bulan) menulis catatan kaki di bawah puisinya yang bertajuk ‘Tirai Embun Bengkulu Utara’-Didedikasikan untuk perjuangan KPA Margapala.
Salam hormat buat kak Indah Kartika Dewi dari kami semua di Margapala.
Dari buku Antologi puisi itu ibu camat menemukan KPA Margapala, sehingga beliau berkunjung khusus untuk melihat langsung keberadaan dan kebenaran cerita dan legenda Tik Baes.
Ia bahkan tidak datang sendiri, dua orang KASI kecamatan diajaknya, RBTV, Harian Radar Utara, suararakyat.com, dan bengkulu.sahabatrakyat.com ikut bersamanya, Pemerintah desa Kuro Tidur dan ibu-ibu PKK turut mendampingi beliau.
Pengurus Organisasi Kepemudaan Karang Taruna Beringin Jayo juga tak ketinggalan, bahkan teman-teman Karang Taruna desa Sido Luhur juga turut serta meramaikan. Mereka semua berharap Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan kembali eksis dan kembali menjadi wisata kemasyarakatan yang mendongkrak perekonomian rakyat.
Disaat yang bersamaan, kita juga sedang mendampingi beberapa Mahasiswa UNIB mengadakan penelitian terhadap Rafflesia Tik Baes dan Rafflesia Bintang. Sayang, saat bu Camat berkunjung tidak ada satupun Raflesia yang mekar.
Namun saat ini KPA Margapala memang tidak bisa berbuat banyak untuk kembali eksis sebagai pelopor pariwisata kemasyarakatan seperti yang pernah kita lakukan. Seperti sebuah kata bijak "Mutiara akan kehilangan binar bila telah tiba masanya, namun beberapa gosokkan dapat membinarkan kilaunya kembali"
Semoga dengan kepemimpinan dan kepengurusan KPA Margapala yang baru di tangan saudara Yoshua Angga Putra KPA Margapala mendapat binarnya kembali.
Salam Margapala,
Menuju Alam Lestari..!!
Komentar
Posting Komentar