Legenda Tik Baes, Sungai Dengan Batu Yang Tak Berlumut season 2

Legenda Tik Baes, Sungai Dengan Batu Yang Tak Berlumut season 2 ini adalah Sambungan dari Legenda Tik Baes, Sungai Dengan Batu Yang Tak Berlumut Season 1 Yang berjudul Puyang Kucea membuat aliran sungai Tik Baes.

1. Selendang Pertapa

Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan Desa Kuro Tidur
Gambar: Curug Selendang Pertapa
Konon, beberapa tahun silam sebelum sebatang pohon tumbang di tangan para penebang sehingga menghantam atap tempat persembunyian Puyang Kucea, orang bisa bersembunyi di balik air terjun Selendang Pertapa.
Slinang Bikeu Betarak (Selendang Pertapa) merupakan nama yang diberikan kepada curug tik baes yang tingginya lebih kurang 18 meter di tingkat kedua di atas curug Mencegan.

Nama Slinang Bikeu Betarak ini disematkan karena saat serombongan orang mengikuti aliran sungai Tik Baes, menemukan sebuah selendang yang menjuntai di pelataran Curug Mencegan.

Setelah mereka mengamati, mereka menemukan sisa-sisa dupa dan juga menemukan tempat duduk di balik air terjun. Sehingga mereka memutuskan bahwa selendang itu adalah selendang milik seorang pertapa. Kemudian dinamakanlah air tejun itu Bikeu Betarak.
Menurut (alm) datuk Sayuti, mantan ketua adat desa Kuro Tidur (2014-2017). Bikeu adalah sebutan bagi pemimpin suku rejang zaman dahulu. Menurut beberapa pendapat, bikeu adalah pemimpin kerohanian yang penampilannya seperti biksu. Dan beberapa keterangan lagi menyatakan Bikeu adalah pemimpin suku rejang yang disebut Pat Petulai. (wallahualam).
Tempat yang dikira sebagai tempat bertapa itu menurut cerita adalah tempat bersembunyi Puyang Kucea. Dan selendang yang ditemukan itu adalah selendang pemberian bidadari kepada puyang Kucea.
Saat hari dimana para Bidadari akan kembali mengunjungi curug yang mereka buat, mereka kaget sekaligus kagum dan juga cemas karena sebuah anak sungai yang lebih bagus telah mengalir melintasi curug yang mereka buat pada purnama sebelumnya.

Tanpa membuang banyak waktu, mereka segera memeriksa sekitar dengan teliti kalau-kalau ada yang akan menyergap mereka nantinya. Mereka memeriksa hingga ke balik batu, ke balik pepohonan, hingga ke atas pohon dan semua lubang. Namun mereka tidak menyadari ada seseorang yang bersembunyi di balik derasnya air terjun Selendang Pertapa.

Akhirnya bidadari merasa aman, mereka kemudian meletakkan semua peralatan dan perbekalan mereka di atas curug selendang pertapa. Ditepi lekong yang airnya jernih dengan kedalaman lebih kurang sedada.

2. Curug Mencegan dan Tapak Bidadari

sumber Bumi Rafflesia
Curug Mencegan
sumber Bumi Rafflesia
Selendang Pertapa
sumber Bumi Rafflesia
Batu Berniat

Sumber Gambar : Bumi Rafflesia

Batu yang lebih dikenal dengan nama batu Eksis ini sebelumnya berada di pelataran Curug Selendang Pertama. Namun kemudian lenyap
Batu yang lebih dikenal dengan nama batu Eksis ini sebelumnya berada di pelataran Curug Selendang Pertama. Namun kemudian lenyap.
Asal muasal legenda batuan sungai Tik Baes tidak berlumut

Bidadari-bidadari itu bermain dengan sangat riangnya, berkejaran dari curug Bidadari, saling dorong di kolam pelataran curug selendang pertapa, hingga terbang menantang derasnya air terjun.

Dada Puyang Kucea berdegup-degup demi melihat pemandangan yang tak terlalu jelas di matanya. Hingga kemudian sebuah selendang putih mengenai wajahnya. Nafasnya terasa berat untuk menguasai dirinya. Namun godaan keharuman dan kelembutan selendang itu membuat tangannya bergerak tanpa kontrol. Ia memegang selendang itu.

Bidadari selendang putih mengira selendangnya tersangkut. Ia kemudian berbalik turun dan kaget setengah mati demi melihat ujung selendangnya dalam genggaman seorang manusia laki-laki di balik air terjun itu.

Refleks Ia menjerit kemudian terbang menjauh, sehingga Puyang Kucea ikut terseret dan jatuh ke cerug Curug Selendang Pertapa.

Semua Bidadari kaget.

Puyang Kucea ketakutan, Ia berusaha menyelam selama yang ia bisa, tak menghiraukan hardikan bidadari selendang merah yang sangat marah.

Dengan kemarahan yang telah sangat memuncak, bidadari selendang merah menghantamkan kakinya ke pematang kolam pelataran selendang pertapa sehingga bumi ter goncang, dan kemudian meruntuhkan pematang tersebut.
Pematang kolam pelataran selendang pertapa itu kemudian runtuh, menyisakan batu dimana bidadari selendang merah berdiri. Batu itu kemudian dinamakan 'Tapak Bidadari'.
Karena ketidaktahuan, KPA Margapala menamakan batu tersebut 'Batu Eksis', karena sangat eksis, dan tetap bertahan tidak mau bergeser sedikitpun saat 8 orang pioneer KPA Margapala setengah hari berusaha menjatuhkannya dengan berbagai cara pada ekspedisi Tik Baes ke II.
Saat pematang itu runtuh, bidadari selendang hijau dan selendang ungu yang sebelumnya berada di curug bidadari sedang terbang menuju ke lokasi keributan. Dan melihat air dari kolam tersebut seperti air bah (dalam bahasa rejang Mencegan). Dan mereka menyebutnya curug Mencegan.
Syukur KPA Margapala tidak pernah memberi nama khusus untuk curug satu ini, cuma menyebutnya curug tik baes tingkat 1. Dan Curug Selendang Pertapa KPA sebut Curug Tik Baes tingkat 2.
Masih disaat bersamaan, ketika bumi bergoncang dan meruntuhkan pematang kolam yang dibuat Puyang Kucea di pelataran curug Selendang Pertapa. Perbekalan bidadari yang berupa alat kosmetik tertumpah ke lekong (lubuk kecil yang berada di atas curug selendang pertapa).
Sehingga di percayalah legenda dari dari lubuk kecil ini hingga ke muara Tik Baes di bendungan DAM Air Lais tidak ada batuan sungainya yang berlumut karena pengaruh khasiat kosmetik bidadari ini. Dan memang, dari lubuk kecil ini ke arah hulu, ada batuan sungainya yang berlumut.

3. Kolam Cinta

Wisata Ringan Lereng Bukit barisan, Curug Tik Baes

Tak pelak, setelah tubuh Puyang Kucea terlihat menggelepar berusaha mencari tempat persembunyian namun air semakin surut, 7 selendang bidadari diarahkan kepadanya. Puyang Kucea pun terikat, kemudian dibawa ke atas dimana para bidadari meninggalkan perbekalannya.

Demi mendapati perbekalan mereka telah tertumpah dan hanya menyisakan sedikit saja, bidadari-bidari itu semakin naik darah (ga tau sih bidadari punya darah apa enggak). Tanpa menghiraukan jeritan permintaan maaf dan permohonan ampun, para bidadari langsung menjatuhkan hukuman celup kepada Puyang Kucea yang malang.

Entah berapa kali celupan, namun semakin dicelup, semakin membuat Puyang Kucea terlihat lebih tampan.

Hingga kemudian bidadari selendang putih merasa iba.

"Kakak-kakakku, tidakkah kakak-kakak perhatikan kalau manusia ini sama seperti kita. Ia pasti tadi sedang bertapa, memisahkan diri dari perkampungannya, terkucilkan karena berparas buruk rupa.."

Bidadari-bidadari itu kemudian melemparkan Puyang Kucea berseberangan dari tempat mereka.
Menurut cerita, budaya negeri langit mengenai ketampanan/kecantikan seseorang berbanding terbalik dengan budaya yang ada pada manusia. Cantik/Tampan bagi manusia, merupakan paras buruk rupa bagi penduduk negeri langit.
Kita akan membahasnya kapan-kapan. 
"Kakak-kakakku, purnama yang lalu di sini tidak ada aliran sungai. Kita hanya menanamkan bibit air dan membuat air terjun di bawah sana." Lanjut bidadari selendang putih.

"Mungkin sungai ini milik manusia ini, dia membuatnya untuk memisahkan diri. Dan sebenarnya, kitalah yang bersalah karena mengganggu semedinya.." Bidadari selendang putih mencoba menerka.

Keenam bidadari lainya terenyuh, mereka menyadari kekeliruan yang telah mereka perbuat.

Di seberang sana, Puyang Kucea mendengar semua pembicaraan mereka sambil memuntahkan banyak sekali air dari dalam perutnya. Ia kemudian duduk dan menjepit wajahnya diantara kedua paha dengan tangan menyatu di belakang kepala.

"Wahai manusia, berdirilah.." Ujar bidadari selendang merah. Namun Puyang Kucea makin membenamkan kepalanya di antara pahanya.

"Maafkan kami karena telah berlaku kasar padamu, dan sebagai permintaan maaf kami, maukah engkau menjadi sahabat bumi bagi kami..?" Lanjut bidadari selendang merah memohon.

Puyang Kucea mengangkat kepalanya dan memandangi para bidadari itu satu persatu. Aura takut masih terpancar jelas di kedua bola matanya yang tajam.

Bidadari selendang putih kemudian terbang mendekatinya.

"Wahai sahabat, maukah kau menerima kami sebagai sahabatmu..?" Tanyanya ketika kakinya mendarat di dekat Puyang Kucea. Puyang Kucea tersurut saat bidadari selendang putih akan menggapai pundaknya. Ia bergeser menjauh pelan-pelan, seperti bersiaga membela diri andai mendapatkan serangan secara tiba-tiba.

Keenam bidadari lainnya menyusul, mereka kemudian berjongkok memperhatikan Puyang Kucea yang semakin ketakutan. Seluruh tubuhnya bergetar, dan kemudian selangkangannya terasa hangat.

"Hei.. dasar orang aneh..!!" Teriak selendang biru terperanjat kemudian melompat terbang menjauh setelah menyadari Puyang Kucea pipis dalam celana.

"Tenang biru, kita juga akan melakukan itu bila sangat-sangat ketakutan.." Selendang merah menjelaskan. Ia kemudian menarik lengan Puyang Kucea dan terjun bersamanya ke dalam lubuk kecil itu.

Bidadari-bidadari yang lain pun menyusul. Mereka main siram-siraman, dan mengajak serta Puyang Kucea.

"Hei manusia jorok, apa kau bisa perang air lebih hebat dari kami..?" Pancing selendang biru dengan tatapan nakal dan kemudian menyerang Puyang Kucea dengan siraman air.

Puyang Kucea mencoba memberi perlawanan, hingga akhirnya mereka akrab, dan Puyang Kucea melupakan ketakutannya.
Dalam legenda tidak ada disebutkan nama lubuk kecil di atas curug selendang pertapa tersebut. Dan setelah mendengar ceritanya, KPA Margapala memberi nama lubuk kecil itu 'Kolam Cinta'
Mitos yang kemudian berkembang, dengan mandi di Kolam Cinta akan membuat seseorang menjadi tampan/cantik. Tapi mungkin sekarang khasiatnya sudah hilang, karena aku sudah pernah mandi disana dan gak jadi tampan. (hehehe.. bukan curhat loh yah..)
Demikianlah awal mula persahabatan Puyang Kucea dengan para bidadari. Mereka saling berbagi cerita dan berbagi pengalaman. Hingga akhirnya bulan purnama menyinari penjuru bumi, dan Bidadari meninggalkan Puyang Kucea sembari berjanji akan datang lagi pada purnama berikutnya.

Pada purnama berikutnya (3 bulan dalam perhitungan purnama bumi) para bidadari pun menepati janjinya. Mereka membawa oleh-oleh dari negeri langit untuk puyang Kucea, yaitu buah-buahan dan berbagai macam makanan.

Pada kesempatan itu, Bidadari ingin melihat keadaan perkampungan Puyang Kucea. Dengan senang hati Puyang Kucea memenuhi keinginan mereka. Diajaknyalah para bidadari itu ke dusun Gerbong, kampung halamannya, dengan syarat, para bidadari itu harus berpakaian seperti penduduk kampung.

Bidadari pun menyetujui, dan mereka segera melesat terbang ke dusun Gerbong, mendarat di belakang dangau nenek julek, di dekat pancuran Tik Semeak. Puyang Kucea meminta para bidadari bersembunyi dahulu disana.

Puyang Kucea kemudian menemui neneknya dan menceritakan ada bidadari yang hendak meminjam pakaian neneknya. Awalnya nenek Julek tidak percaya, namun setelah dipertemukan dengan ketujuh bidadari, nenek julek bersedia meminjamkan pakaiannya.

Singkat cerita, sore itu ketujuh bidadari bersama Kucea bermain ke perkampungan dusun Gerbong.

Saat orang bertanya siapa ketujuh wanita yang bersamanya, Kucea menjawab, mereka adalah saudara dari dusun ibunya.

Demi melihat ada tujuh wanita cantik datang ke kampungnya, para pemuda laki-laki dan perempuan menggerubuti mereka,tak terkecuali ibu-ibu dan anak-anak. Sehingga bidadari itu mengira bahwa manusia itu mengejek rupa mereka yang jelek rupa.

Namun setelah beberapa waktu berlalu, bidadari itu menyadari kalau sebenarnya manusia suka berteman dengan siapa saja. Tadi itu merupakan sambutan mereka, tanda betapa mereka bersahabat.

Beberapa pemuda bahkan bernyanyi untuk mereka, sebagian lagi menari. Begitupun pemuda putri dan ibu-ibu, mereka dengan santun mengajak singgah ke rumah-rumah mereka.

Namun Kucea menolak ajakan singgah itu dengan halus, Kucea beralasan hendak memperlihatkan dusun Gerbong kepada saudara-saudaranya itu. Hingga kemudian Seri yang memintanya singgah, tentu saja tawaran ini tidak dapat Kucea tolak. Dan singgahlah mereka ke rumah Seri.

Disaat mereka sedang menikmati hidangan, datuk ketua adat tiba dari ladang bersama istrinya. Ia kemudian menyapa teman-teman Seri yang sedang asyik bersenda gurau di beranda depan rumahnya. Namun datuk ketua adat kemudian melihat keanehan pada teman-teman anak-anaknya itu.

Datuk ketua adat belum pernah melihat manusia secantik itu, kulitnya bening hingga menampakkan aliran darahnya, aroma tubuhnya, kuku-kukunya, matanya, semuanya tak luput dari perhatian datuk ketua adat. Kemudian datuk meninggalkan mereka.

Saat sedang asyik mengobrol, beberapa anak-anak berlarian di jalanan dengan membawa obor yang belum dinyalakan.

"Mengapa mereka berlari ?" Tanya selendang kuning.

"Mereka akan pergi ke surau untuk belajar mengaji.." Jawab Seri.

"Mengaji..?" Tanya bidadari selendang merah penasaran.

"Iya, apakah di kampungmu anak-anak tidak belajar mengaji..?" Seri balas bertanya.

"Aduh, sepertinya hari sudah semakin petang. Mari kita bergegas pulang, bukankah kalian akan diajak uwak untuk ke dusun Taba malam ini..?" Kucea menyela dan segera berpamitan dengan Seri.

Seri keheranan, namun Ia terpaksa membiarkan penasarannya karena ternyata teman-teman barunya masih ada perjalanan.

Bidadari-bidadari itu juga sebenarnya masih penasaran, namun mereka simpan, dan akan menanyakannya nanti kepada Kucea.

Diperjalanan pulang ke rumah nenek Julek, mereka melihat ibu-ibu menampi beras sambil menggendong anak di bahu mereka.

Mereka juga melihat beberapa anak kecil menangis diseret orang tuanya, mereka juga melihat orang tua yang terbaring dan dari mulutnya mengeluarkan asap yang mengepul.

Dari beranda rumah nenek Julek, mereka melihat ibu-ibu membawa bambu-bambu besar berisi air yang ditutupi daun pisang.

Setelah mengganti pakaian mereka, bidadari lalu berpamitan kepada Kucea dan nenek Julek.

Namun ternyata mereka tidak langsung kembali ke negeri langit, mereka masih penasaran akan keadaan penduduk bumi. Kemudian melihat-lihat dari tempat yang tinggi, melompat dari atap satu ke atap yang lain, melompat dari pohon ke pohon, bersembunyi di balik dinding.

Hingga kemudian purnama benar-benar memberi cahaya ke seluruh penjuru kampung. Barulah mereka terbang menjauh, dengan perasaan iba yang mendalam kepada kehidupan manusia.

4. Pancur Mata Air Batu Berniat/Batu Benih

Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan Desa Kuro Tidur, KPA Margapala
Gambar: Pancuran Mata Air Batu Berniat / Batu Benih
Sumber: Bumi Rafflesia
7 Mata air yang memancar dari dinding cadas di pelataran Curug Mencegan Tik baes ini dinamakan Batu Berniat (Butau Beniat-Rejang), namun ada juga yang menyebutnya Batu Benih (Butau biniak-Rejang).

Setelah mengunjungi perkampungan dusun Gerbong, para bidadari menyimpan iba yang teramat dalam. Sebenarnya mereka salah paham.

Melihat anak-anak berlari, mereka mengira anak-anak itu sangat ketakutan ketinggalan belajar mengaji.

Melihat ibu-ibu menampi sambil menggendong anaknya yang menangis, mereka ibu itu sedang mencumbu anaknya dengan bermain musik-musik. (Karena ada nada khas yang merdu saat menampi beras).

Melihat orang tua yang tergolek di balai-balai dan mengeluarkan asap mengepul dari mulutnya, mereka mengira orang tua tersebut sedang mengidap penyakit yang sangat parah. (Sampai berasap broo..).

Dan lain sebagainya..

Namun satu hal yang paling diingat oleh Bidadari Selendang Putih, ternyata manusia sebagian besar berparas buruk rupa, hampir sama seperti mereka. Sehingga menurutnya akan sulit untuk mendapatkan jodoh.

Pada purnama berikutnya,

Mereka membawa bibit air, dan menanamnya pada cadas di sana, di lokasi Tik Baes disaksikan oleh Puyang Kucea.

"Woi diwo agung rajo dirajo penguaso negrai lenget, uku (kemudian menyebutkan namanya) betrai kunei sukau slinang mileak, minei ku bekinei api gi muk bioa kunei biniak bioa ku yo, kineiku mlang atei ne liseak, tesapei bah cito ngen gi kenlak."
{Wahai dewa agung raja diraja negeri langit, aku (...) bidadari dari suku selendang merah, aku memohon agar siapapun yang meminum air dari benih airku ini, aku mohon hapus kegelisahan hatinya, tercapai cita-citanya..}
Kemudian diikuti oleh  keenam bidadari yang lain. Sehingga menurut cerita legenda, khasiat dari ketujuh mata air bidadari tersebut adalah:
  1. Tercapai cita-cita;
  2. Dimudahkan urusan;
  3. Untuk Obat;
  4. (Maaf lupa)
  5. (Maaf lupa)
  6. (Maaf lupa)
  7. Dimudahkan jodohnya.
Masih menurut cerita, ritual pengambilan air haruslah menggunakan kedua tangan. Kalau diminum langsung melalui hati tangan, dan meminumnya dari pangkal telapak tangan. Kalau mau dibawa, menampungnya dari pangkal telapak tangan.
KPA Margapala pernah membuktikan langsung pancuran nomor 3, untuk pengobatan pengunjung yang tiba-tiba sakit perut. Dan Alhamdulillah memang benar-benar sehat tak lama setelah meminum air tersebut. (Dikisahkan oleh Mas Heri, Koordinator Jalur II Selendang Pertapa Tik Baes KPA Margapala).
Nah sahabat IB, demikianlah legenda penamaan tempat-tempat yang menjadi spot di taman wisata alam Tik Baes dusun IV Desa Kuro Tidur, Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.

* * * SELESAI * * *

Untuk lebih jelasnya mengenai TWA Tik Baes silahkan mengikuti properti sahabat IB:

1. Bumi Rafflesia/TWA Tik Baes, Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan
2. KPA Margapala/Taman Wisata Alam Tik Baes

Untuk cerita legendanya silahkan mengikuti link berikut:

  1. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang
  2. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Puyang Kucea
  3. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Negeri Langit
  4. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Kaum Yang Terbuang
  5. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Kampung Pelangi
  6. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Curug Bidadari
  7. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Datuk Harimau Kumbang
  8. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Tik Baes
  9. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Tapak Bidadari
  10. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Gundah Hati Puyang Kucea
  11. Legenda Tik Baes, Perjuangan dan Cinta di Tanah Rejang - Selendang Pertapa
Yang linknya sudah nyala berarti sudah dipublikasikan, yang belum nyala berarti belum dipublikasikan. Ga mudah loh mengingat ceritanya sambil nulis.

Mohon Dukungan Semua Sahabat IB agar Legenda Ini Segera Selesai dan Bisa Terbit Semua

Terima Kasih Sudah Mampir..

UNTUK MENGUNJUNGI TWA TIK BAES BISA MENGHUBUNGI:

Pemdes Kuro tidur
KPA Margapala
 WA 0822-7870-5459 Fb Gusti - Ketua 
Kadun IV Ds. Kuro Tidur
 WA 0822-8927-0193 Fb Rozi - Kepala Dusun
KPPL Bengkulu Utara
KrT Desa Kuro Tidur
 Fb Egy - Sekretaris Karang Taruna

RUTE PERJALANAN DARI KOTA BENGKULU (TITIK NOL DARI SIMPANG 5)

Dari Simpang Lima ⇨ Kota Arga Makmur Via Jalan Tengah, Masuk Dari Tugu Motor Rusak.
⧪ Bundaran Arga Makmur ⇨ Ambil Lurus Ke arah Pasar Purwodadi (Sp.4 MM Mata Air, Belok Kiri Ke arah SMP 1) ⇨ Simpang 4 Kantor Balitbang Belok Kanan ⇨ Lampu Merah (Sp.4 Dwi Guna) Lurus Ke Arah Sp.4 Karang Indah ⇨ Lurus Kearah Sp. Man (Melewati Sp.4 Perumnas, SKB, SDIT, MIN) ⇨ Sp.3 MAN Belok Kanan Ke Arah Desa Taba Tembilang (Melewati Pemakaman dan Sp. SMK IT) ⇨ Sp. SMEA Belok Kiri (Melewati; SMEA, Jembatan Air Nokan,  Tebing Ngedei, Desa Senali, Jembatan Air Lais) ⇨ Desa Kuro Tidur - Sp.3 Desa Kuro Tidur Belok Kanan Ke Arah DAM Air Lais (Melewati; SDN Kuro Tidu,; Gereja, Pura, Desa SidoLuhur, Sp. BPBAT (BBI) Terus Lurus, Sp.3 SMP Belok Kanan, DAM)

Dari Bendungan DAM Air Lais Menuju POS POKDARWIS Wana Bhakti Dusun IV Desa Kuro Tidur ⇨ (Via Jembatan DAM ⇨ Belok Kiri Ke Arah Perkampungan ⇨ Belok Kanan, Masjid, Lewat dikit dekat simpang, Nah berhenti disitu).

⇨ Malu Bertanya Sesat Di Jalan ⇦

Komentar