MARGAPALA IS DEAD

Sumber: Google ImageKali ini dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada seluruh insan pejuang kelestarian alam, aku akan menceritakan sedikit tentang KPA Margapala yang pernah mendedikasikan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang ingin mencoba mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang kecil yang mungkin dapat memberikan inspirasi kepada semua orang.

Mungkin bendera mereka sudah hilang sehingga tidak pernah lagi terlihat berkibar. Tapi aku mengajukan diri sebagai saksi, bahwa bendera mereka pernah berkibar di Bumi Rafflesia yang memenuhi setiap sudut kerahasiaannya bumi.

Tahun 2014,
Kala itu aku masih menjabat sebagai ketua Karang Taruna Beringin Jayo Desa Kuro Tidur karena SK ku diperpanjanag oleh Datuk Sarkapi, kepala desa Kuro Tidur sebelum mengakhiri jabatannya. Dan SK Karang Taruna itu kemudian malah dikukuhkan oleh pejabat kepala desa sementara, Tahulludin.

Dusun IV Kuro Tidur sejak aku dilantik tidak pernah aku ikut sertakan dalam semua kegiatan kepemudaan yang aku pimpin. Karena saat itu, Datuk Sarkapi menyatakan dalam forum temu karya mereka memiliki karang taruna sendiri yang juga diakui oleh desa, namun tidak memiliki SK secara resmi. Jadi, begitulah. Sebagaimana yang seemua orang tau, Karang Taruna merupakan organisasi pemuda terbesar yang dibentuk untuk menjadi pelopor pembangunan karakter pembangunan membantu pemerintah desa.

Yah aku tak banyak membantu selama jabatan itu terpikul dipundakku, hanya beberapa hal kecil saja yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun.

Diakhir masa jabatanku, kepemudaan dusun IV meminta bergabung dengan kepemudaan yang aku pimpin. Berita mengejutkan itu disampaikan oleh petugas ledeng desa, Alex Nauli. Semua orang kemudian menyambut baik, sebagai tanda terima kasih dan rasa hormat pada teman-teman yang selama ini berjuang disana, kepengurusan organisasi memberikan satu set kostum sepak bola. Merupakan kebanggan, aku dipercayakan menyerahkan langsung paket itu.

Memang dasar kemampuanku sangat berketerbatasan, sehingga organisasi yang aku pimpin seperti tertidur dan memang vakum.

Sehingga pada suatu hari, Canggih Prasetya menemuiku dan mengajakku berbicara tentang kelompok pecinta alam yang diniatkan teman-teman di dusun IV Dam Air Lais. Tentu saja aku mendukungnya.

KPA Margapala kemudian dideklarasikan di curug sembilan, dan menjadi organisasi otonom organisasi kepemudaan karang taruna yang aku pimpin. Sebuah kehormatan memang, menandatangani surat pengukuhan keputusan organisasi memasukkan KPA Margapala kedalam bagian pemilik suara temu karya.

Diawal kegiatan, KPA Margapala melakukan hal yang sangat tidak aku setujui. Mereka berniat membuka jalur ke curug 9 melalui desa Kuro Tidur. Aku benar-benar tidak menyetujuinya, dan aku persilahkan, karena siapa tau keberuntungan berpihak kepada mereka.

Ekspedisi pertama gagal, ekspedisi kedua tidak terlalu buruk. Atau mungkin mereka hanya belum bisa membuat laporan yang bagus.

Namun, aku terpaksa mencari kata terbaik untuk menolak ekspedisi ketiga yang telah mereka rencanakan. Dan berhasil. Yah, itulah satu-satunya keberhasilanku selama menjadi pimpinan pemuda Berijo (sebutan untuk anggota Karang Taruna Beringin Jayo desa Kuro Tidur).

Kemudian aku mencoba meyakinkan mereka bahwa wisata sebenarnya bukanlah selalu tentang keindahan, bukan selalu tentang natural, dan bukan selalu tentang kesejukan. Namun semua itu merupakan salah satu tujuan yang ditawarkan oleh wisata.

Sejak lama aku telah mendengar banyak hal tentang keindahan yang dirahasiakan banyak orang. terutama keeksotisan yang mungkin dipendam di bawah kesadaran hijau pepohonan, atau mungkin masih menjadi sebuah rahasia besar yang tak pernah diceritakan oleh sungai-sungai kecil yang selalu mengalir.

Beberapa hari kemudian aku mendapat kabar KPA Margapala akan melakukan ekspedisi ke curug Tik Akia dan memintaku ikut serta. Aku benar-benar kehabisan akal, dan tak menemukan satu alasan pun yang menurutku lumayan sebagai penolakan yang manis.

Ekspedisi itu lumayan berhasil, setelah nyasar-nyasar ke semak resam dan rawa-rawa. Akhirnya kami memutuskan melakukannya dengan cara paling aman, telusur sungai. Air terjun setinggi 23 meter itu kami temukan.

Dari setiap sudut yang kulihat, Curug Tik Akia memiliki potensi sebagai tujuan wisata. Bebatuannya, pisang hutan yang hampir menyerupai kebun kompensional, pepohonannya, cadasnya, dan juga airnya. Ditambah lagi, Tik Akia merupakan habitat Kura-Kura Bintang. Dan juga karena itu, kami memutuskan untuk tidak menjadikannya sebagai tujuan wisata. Belum.

Tiga hari setelah hari itu, aku merasa sangat-sangat bersemangat dan menaruh simpati kepada teman-teman KPA Margapala, mereka kembali mengajakku untuk melihat habitat bunga rafflesia.

Incredible, setelah aku menyaksikannya langsung, aku pastikan mereka harus menyampaikan keberadaan habitat rafflesia gantung itu kepada rakyat Bumi Rafflesia.

Dan perjuangan KPA Margapala sebenarnya baru saja dimulai.



Sumber: Google Image Sumber: Google Image



CURUG TIK BAES

Apa yang membuat nama KPA Margapala cukup dikenal dikalangan pemuda desa Kuro Tidur bahkan oleh orang tua..?

Yah, pengunjung yang ramai setelah KPA Margapala menyatakan Curug Tik baes siap menjadi tujuan wisata di awal tahun 2016. Mereka melounching sederhana pembukaan jalur Selendang Pertapa di akhir tahun 2015. Benar-benar brilian, disaat orang-orang membutuhkan tujuan, KPA Margapala menyiapkannya sebagai pilihan.

KPA Margapala ternyata merupakan sekumpulan orang yang beridiologi terbuka, mereka merangkul serta kelompok-kelompok lain demi satu tujuan, Eksplorasi Kearifan Lokal.

Sehingga banyak organisasi yang ikut membantu mensosialisasikan bahkan melakukan pean aktif untuk mengembangkan curug Tik Baes menjadi destinasi wisata keluarga yang  ber-edukasi.

KPA Rafapala, yups..!! merupakan organisasi pertama yang menyatakan dukungan dan membantu pengembangan usaha yang baru digiatkan Margapala. Wajar saja, mereka sama-sama kelompok pecinta alam, merupakan hal yang biasa bagi mereka untuk saling membantu, tapi sesuatu yang luar biasa bagiku.

Rafapala yang mengenalkan Margapala pertama kali kepada media, mereka membawakan awak media gerbangbengkulu.com ini merupakan media berita resmi kedua yang memberitakan keberadaan KPA Margapala setelah kupasbengkulu.com yang diarahkan oleh DISPORAPAR Kabupaten Bengkulu Utara.

Keberadaan Rafflesia Gantung membuat Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) turut serta menyatakan dukungan dengan kegiatan nyata. Klimaksnya, setelah Margapala menyampaikan kepada utusan KPPL tentang keberadaan bunga Rafflesia Bintang yang juga menjadi kekayaan destinasi Tik Baes. KPPL Bengkulu Utara pun langsung merencanakan memboyong awak media dan televisi lokal untuk meliput temuan itu.

Sehingga KPA Margapala diberitakan di televisi lokal, dan 21 media online pada bulan februari 2016 itu. Itulah masa kejayaan KPA Margapala yang melejit cepat.

Dan jatuh tersungkur hingga susah bergerak setelah Curug Tik Baes ditutup sepihak oleh pemerintah desa Kuro Tidur pada bulan Juni 2016.

Perjuangan mereka..

Entahlah, sekarang keadaannya berubah 80 derajat dengan alasan yang begitu kompleks. Krisis ekonomi, krisis kepercayaan, bahkan krisis kepercayaan diri. Aku tau mereka masih memiliki semangat di dalam hatinya yang paling dalam. Namun belum ada pencetus sehingga kembali membakar semangat mereka yang berkobar.

Dukungan, mereka telah memilikinya. Pemerintah desa yang sekarang, hingga dukungan pemerintah kecamatan-pun telah mereka dapatkan. Namun bukan hanya tentang dukungan, mereka sedang dalam kesedihan, yang entah siapa yang dapat menghibur mereka agar kembali bangkit.

Menurutku, sekarang mereka lebih realistis. Untuk apa, dan untuk siapa..?


MARGAPALA IS DEAD

Mungkin tidak salah ucapan orang-orang pintar yang pernah aku dengar,
"Apa yang kita pakai, apa yang kita makan, bahkan apa yang kita bicarakan, diatur oleh penguasa.."
So.. di suatu negara demokrasi, jangan sampai memberikan dukungan suaramu kepada orang-orang yang tak memiliki ruang untuk memikirkan pakaianmu, makananmu, dan pembicaraanmu. Dan bila tidak memberikan dukungan suara sama sekali, maka bukanlah orang seperti itu menjadi bagian dari demokrasi.

Kuro Tidur, 26 Januari 2019
IPIT KALAMINTOENA

Komentar